Senin, 02 Oktober 2017

Dikotomi Antara Komunisme dan Atheisme. Apakah Sepenuhnya Benar?



Partai Komunis Indonesia (PKI) memang sudah lama dilarang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah secara resmi muncul Ketetapan MPRS: No. XXV/MPRS/1966. Tapi, rasanya isu mengenai PKI dan komunisme selalu menjadi perbincangan yang tak ada habis-habisnya setiap saat, terutama menjelang peringatan Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober. Isu PKI dan komunisme-nya malah semakin laris, terlebih kala era reformasi berhasil menggulingkan orde baru milik Presiden Soeharto yang sebelumnya dianggap begitu berjasa karena berhasil menggagalkan kudeta PKI pada tahun 1965. Semenjak reformasi, cerita-cerita yang dulu tak ada dan mungkin sempat terbungkam akhirnya muncul bersama kontroversinya, termasuk pembahasan mengenai film jenis dokumenter drama berjudul "Penumpasan Pengkhianatan 30S/PKI" yang sebelumnya sukses mendoktrin masyarakat setiap tahunnya.

Tapi sekali lagi, dalam artikel ini saya tidak membahas mengenai kontroversi mengenai kronologi kejadian tersebut, karena mungkin sudah banyak tersaji secara gamblang di berbagai berita. Intinya, PKI tetaplah berbahaya, hanya yang sangat perlu diklarifikasi adalah beberapa korban pasca G30S/PKI dari warga sipil yang kala itu dihukum atau ironisnya 'hilang' tanpa jejak karena dituduh sebagai antek PKI tanpa melalui proses verifikasi, dan pembuktian melalui pengadilan.

Memang banyak 'jerebu' yang tertinggal dalam cerita PKI bersama komunisme-nya di masa lalu hingga kini. Tapi ada satu pembahasan menarik sekaligus mengkhawatirkan, terutama semenjak beberapa tahun belakangan mengenai munculnya tulisan-tulisan hingga isu yang sepertinya mencoba  merancukan serta menggiring opini masyarakat mengenai ambiguitas pemahaman ideologi komunis yang dibawa oleh PKI. Benarkah seberbahaya itukah komunisme, seperti yang diceritakan dalam buku-buku sejarah dan film dokumenter drama besutan Arifin C. Noor yang kerap menghiasi layar kaca seluruh stasiun televisi nasional hingga penghujung orde baru? Mari kita jawab perlahan-perlahan dan samakan persepsi terlebih dahulu.

Ideologi komunisme yang hampir merongrong keutuhan Pancasila meninggalkan kesan berbagai macam pada masyarakat dan mayoritas sangat buruk. Salah satu kesan yang membekas adalah ambisi mereka. di mana dua kali PKI melakukan kudeta di masa kemerdekaan, yaitu tahun 1948 di Madiun dan 1965 di Jakarta. Belum lagi pemahaman berbahaya mereka yang dulu mencoba mengeliminasi sila pertama Pancasila. Tentunya penghilangan sila Ketuhanan tersebut membawa kita pada satu pertanyaan yang sering muncul. Apa secara langsung mereka (red: penganut paham komunisme) itu berarti seorang atheis?

Saya tertarik dengan beberapa tulisan yang bermunculan mengenai klarifikasi versi mereka yang meng-klaim bahwa atheis berbeda dengan komunisme. Secara literasi dan ranah pembahasan, memang ada perbedaan antara komunisme dan atheisme. Komunisme sebenarnya merupakan gagasan tentang sistem ekonomi yang dirancang oleh Karl Marx & Friedrich Engels dalam sebuah buku berjudul Das Kapital sebagai bentuk antitesis (pertentangan) terhadap sistem ekonomi kapitalis yang saat itu berkembang pesat seiring dengan berjalannya Revolusi Industri

Komunisme menurut Marx adalah sebuah fase akhir dari proses perubahan sistem ekonomi-politik, di mana ketika negara (sosialis) telah berhasil mendayagunakan alat produksi untuk pemenuhan kebutuhan rakyatnya, maka suatu ketika nanti akan terbentuk suatu masyarakat ideal yang saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, tanpa perlu adanya peran dari pemerintah.

Sehingga dalam pembahasan ini, komunisme bisa dikatakan sebagai suatu kondisi masyarakat yang tidak membutuhkan lagi figur pemimpin, termasuk negara sebagai lembaga kewenangan vertikal. Jadi, impian komunisme ala Marx adalah kesetaraan masyarakat, tanpa ada kelas sosial, tidak ada lagi kepemilikan pribadi, tak ada sektor swasta yang menguasasi layaknya kapitalisme, tidak perlu ada negara, tak ada konsep uang, tidak ada pasar, dan tak ada perdagangan. Semua orang akan mengerjakan apa yang mereka inginkan, dan saling memenuhi kebutuhan satu sama lain secara sukarela. Namun, sejauh ini, sepertinya belum ada komunitas dengan skala besar yang secara aktif berhasil menjalankan komunisme impian Marx sesuai dengan pengertian-pengertian di atas.

Lalu apakah itu atheisme? Atheisme adalah sebuah filosofi atau pandangan dimana tidak ada kepercayaan terhadap Tuhan ataupun penolakan terhadap theisme tersebut, apapun bentuk pemahamannya.

Sampai di sini kita mengerti bahwa Komunisme dan Atheisme memang berada pada ranah pembahasan yang berbeda. Komunisme dengan ideologi atau sistem ekonominya, dan Atheisme dengan masalah theologi, filosofi dan semacamnya. Sejauh ini, penjabaran komunisme masih terlihat normal-normal saja. Tunggu dulu, masih ada hal lain yang belum dibahas dari komunisme. Mungkin sejauh ini Anda menganggap bahwa tulisan saya ini mencoba untuk menggiring pemahaman Anda kepada kesimpulan bahwa komunisme dengan atheisme berbeda.

Apalagi jika ditambah dengan adanya tokoh Indonesia yaitu Tan Malaka dan Haji Misbach yang dikenal punya ideologi komunis tetapi beragama. Kenyataannya memang ada yang seperti itu, dan komunisme dan atheisme memang adalah dua pembahasan yang berbeda, karena komunisme adalah sistem ekonomi dan atheisme adalah pandangan mengenai eksistensi Tuhan-.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap dua tokoh bersejarah tersebut - Tan Malaka dan Haji Misbach - Saya mencoba akan menjawab kerancuan yang berkembang sehingga seakan-akan komunisme sebenarnya wajar saja ada kembali di Indonesia . Mari kita kembali kepada ideologi komunisme dari sang empunya, yaitu Karl Marx. Ya, seperti kita ketahui bahwa Karl Marx dijuluki sebagai Bapak Komunisme yang mempelopori sekaligus mempopulerkan pemahaman komunisme itu sendiri. Dengan begitu esensi pemahaman komunisme sebenarnya tentunya merujuk pada tokoh tersebut. Berikut ini ada pernyataan dari Karl Max yang mungkin beberapa pembaca sudah ketahui:

“Agama adalah tempat pelarian bari orang-orang yang tertindas. Agama adalah hati untuk dunia yang tidak berperasaan. Agama adalah jiwa bagi manusisa yang tidak memiliki harapan. Itulah yang disebut candu bagi masyarakat."Karl Marx"

Kesimpulan apa yang dapat Anda dapat setelah membaca dari penyataan Bapak Komunisme satu ini? Bagaimana pun juga hakikat komunisme yang ideal adalah mengeliminasi keberadaan agama. Jadi, meskipun Tan Malaka dan Haji Misbach sedikit berbeda karena mereka mengakui dirinya tetap sebagai seorang komunis yang beragama, ideologi Komunisme pada hakikat tetaplah merujuk pada pemahaman Karl Marx yang secara gamblang memang tidak menyertakan keberadaan agama dalam ideologi dan sistem ekonomi yang diusungnya. 

Tanpa bermaksud mempertanyakan dua tokoh Indonesia tersebut - Tan Malaka dan Haji Misbach- secara tidak langsung mereka sebenarnya sudah berada di luar koridor ideal sebuah ideologi komunisme yang dibangun oleh Karl Marx dan pendahulunya. Dan pemahaman inilah yang saya lihat coba disebarkan di dunia maya untuk menimbulkan kerancuan dan ambiguitas, sehingga dengan kemasan sedemikian rupa menjadikan komunisme seolah terlihat 'wajar' saja ada kembali di Indonesia, padahal kenyataannya ada hal yang sangat bertolak belakang.

Kesimpulannya, meskipun ada dikotomi atau perbedaan ranah pembahasan antara atheisme dan komunisme, sebenarnya tetap ada persamaan dalam dua pemahaman tersebut, yaitu sama-sama mengeliminasi eksistensi agama dan ketuhanan dalam ideologi mereka. Jelas-jelas hal ini bertentangan dengan fitrah manusia yang meyakini akan keberadaan dan kekuasaan mutlak Tuhan, khususnya masyarakat Indonesia yang punya dasar negara Pancasila, dimana sila pertama menyatakan dengan jelas bahwa NKRI adalah negara beragama.

Jadi, masih yakin komunisme itu aman di Indonesia? Pelajari dan paham komunisme itu sah-sah saja supaya kita bisa memperkaya pengetahuan dan membuka wawasan agar kita tidak terpengaruh oleh iming-iming idealisme yang ditawarkan tanpa paham seluk beluknya, apalagi sampai tergiring opininya. Sehingga dari situ kita akhirnya tahun bahwa komunisme yang merujuk pada Karl Marx sebenarnya tetap saja bertentangan dengan manusia yang beragama.









Sebuah catatan sederhana yang bisa direnungi bersama: Bagaimana kau lebih percaya semua yang ada di dunia ini terjadi secara kebetulan, sedangkan baju dan celana yang kau kenakan itu sendiri ada proses dari pembuatnya. Apalagi alam semesta dan isinya yang begitu rumitnya.