Rabu, 30 September 2015

Badak, Riwayatmu Kini

Badak di Indonesia, mulai dari Badak Jawa dan Sumatra populasinya terancam akibat perburuan dan habitatnya yang semakin terbatas. (Sumber gambar: fotohewan.info) 

Dari lima spesies badak di dunia, dua diantara berada di Indonesia yaitu Badak Jawa bercula satu (Rhinocros sondaicus) dan Badak Sumatra bercula dua (Dicerhorinus sumatrensis). Ironisnya, dua jenis badak tersebut masuk ke dalam daftar merah spesies yang terancam punah menurut IUNC.

Sampai saat ini, jumlah Badak Jawa berkisar 50 – 60 ekor saja, dengan daerah sebaran sekaligus wilayah konservasi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sedangkan, Badak Sumatra dengan jumlah berkisar 100 ekor dengan daerah sebaran dan wilayah konservasi di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Way Kambas dan Kalimantan Timur.

Terancamnya populasi badak merupakan akumulasi dari perburuan cula, kuku kaki dan organ tubuh badak yang dijadikan komoditas. Terlebih lagi, kisaran harga untuk cula badak Asia termasuk di Indonesia tergolong tinggi berkisar 30.000 USD, tiga kali lebih mahal daripada badak Afrika.

Hal ini semakin diperparah karena tempat hidup badak mencakupi banyak daerah kemiskinan sehingga sulit untuk penduduk tidak membunuh binatang karena harganya yang tinggi. Seiring dengan status konservasinya yang semakin mengkhawatirkan, perlindungan dan penjagaan terhadap badak pun lebih diperketat.

Faktor penting mengenai “rumah baru” bagi konservasi badak menjadi konsentrasi terkini setelah perburuan berhasil ditanggulangi. Direktur konservasi WWF Indonesia Dr. Arnold Sitompul, melihat habitat baru badak sebagai langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan populasi badak di dunia. Beberapa wilayah beradanya Badak Sumatra seperti Pulau Sumatra dan Kalimantan rawan kebakaran lahan, ekspansi lahan perkebunan dan penebangan ilegal.

Lain lagi Badak Jawa, populasinya lebih sedikit dan peka terhadap penyakit, rentan keragaman genetik, invasi langkap, seperti sejenis tanaman palem yaitu Arenga obtusifolia yang menghalangi sinar matahari untuk menembus bagian bawah hutan. Akibatnya, sumber pangan alami badak tidak tumbuh. Belum lagi kompetisinya dengan banteng dalam memperebutkan ruang dan sumber yang jarang, serta ancaman bencana letusan Gunung Krakatau dan tsunami mengancam TNUK.

Habitat alami badak yang sebenarnya lebih menyukai dataran rendah, padang rumput basah, daerah daratan banjir besar, rumput tinggi dan tempat tidur alang-alang yang banyak dengan sungai. Badak juga menyukai wilayah yang memiliki kandungan mineral tinggi untuk pemenuhan kebutuhan tubuhnya.

Namun, akibat gangguan dan perburuan oleh manusia menyebabkan badak mengalami perubahan sifat menjadi anti sosial dan dapat beradaptasi tinggal di dataran tinggi hingga di atas 2000 meter. Beberapa kawasan yang sudah diteliti dan diharapkan memenuhi kriteria menjadi solusi habitat kedua yaitu Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Hutan Baduy, dan Cagar Alam Sancang dan Cikepuh.

Selasa, 29 September 2015

Kebakaran Hutan dan Lahan, Akankah Terus Jadi Persoalan?

Kebakaran lahan dan hutan masih saja berlangsung bahkan semakin meresahkan kesehatan warga yang terpapar asap. Sumber Gambar: Tempo. 


Kebakaran dan hutan masih jadi persoalan yang belum terselesaikan. Asap di berbagai titik api menyebar dan masih menganggu segala sektor aktivitas dan menyebabkan kerugian kurang lebih 150 triliyun dari pembakaran lahan dan hutan.

Bareskrim, Polri hingga Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) bergerak menangani ini, apalagi ini sudah berkaitan harga diri negara menurut Menko Polhukam. Buka  tanpa alasan, selain menyengsarakan warga yang terpapar asap hingga terkena Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA), asap tersebut sudah sangat menggangu negara tetangga, dari Malaysia hingga Singapura.

Teguran dan kritik cukup tajam pun dilayangkan oleh Perdana Menteri Singapura terkait kebakaran lahan dan hutan di Indonesia yang seakan-akan menjadi tragedi tahunan yang tak terselesaikan. Mendengar hal tersebut,

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengomentari penyataan tersebut dengan  meminta Singapura memehami kesulitan kita. Lain lagi dengan Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya menyatakan Indonesia bukan tanpa kerja karena saat ini terus berusaha. 

Penawaran bantuan dari Singapura pun saat ini masih belum mendapat respon dan penindakan langsung, karena menurut Siti Nurbaya ada beberapa persyaratan yang kurang relevan, seperti mengirimkan tim penilai ke titik kebakaran.

Sejauh ini, lembaga yang berwenang seperti  Bareskrim dan Polri lebih menindaki perseorangan yang melakukan  pembakaran, sedangkan KLH mengejar korporasi yang terindikasi menjadi penyebab kebakaran.

Dirjen Penindakan Hukum KLH, Yunus menyatakan proses penyidikan hingga penindakan berupa sanksi pidana dan administratif akan terus dilakukan sekitar kurang lebih setahun. Waktu tersebut didasarkan kepada permasalahan kesulitan pembuktian keterlibatan korporasi terhadap pembakaran lahan dan hutan. Karena lahan konsesi dapat terbakar oleh siapapun tanpa diketahui.

Menanggapi Yunus, Peneliti Cifor, Herry Purnomo mengharapkan langkah enam sampai satu tahun ke depan ada penindakkan lebih lanjut, penegakan hukum sampai pada komisaris korporasi terkait. Menurutnya, kasus ini melibatkan banyak kepentingan dan diperkirakan sampai pada pejabat-pejabat tinggi.

Terkait penyidikan lebih lanjut, Herry menjelaskan berdasarkan undang-undang, lahan konsesi yang terbakar baik disengaja ataupun tidak baik oleh bagian dari struktural korporasi ataupun tidak, lahan tetap menjadi tanggung jawab korporasi yang terkait.


Ucapkan Kata-Katamu (Oleh: Widji Thukul)
















Jika kau tak sanggup lagi bertanya
kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan

jika kau tahan kata-katamu
mulutmu tidak bisa mengucapkan apa maumu


terampas

kau akan diperlakukan seperti batu
dibuang dipungut
atau dicabut seperti rumput


atau menganga
diisi apa saja menerima
tak bisa ambil bagian


jika kau tak berani lagi bertanya
kita akan jadi korban keputusan-keputusan
jangan kau penjarakan ucapanmu

jika kau menghamba pada ketakutan
kita akan memperpanjang barisan perbudakan


Kamis, 24 September 2015

Dialektika Tanpa Nama

Gambar: blog.swagbucks.com



















Elaborasi atas apa yang kini semakin mengkhawatirkan
Akan tabir kenyataan di sekeliling yang tak lagi relevan
Aku tergerus kenaifan zaman
Entah, apakah ini masa kemandegan

Teringatku akan akan suatu ucapan
Dari seseorang yang bahkan kulupa namanya
Dia memberiku narasi pilihan
Tentang mencari kebenaran atau tetap pada aturan

Perlahan semakin cepat lajuku berjalan
Lakukan atau tidak tidak ada coba-coba
Sebuah kata penuh makna
Yang kini jadi pijak dan pelana

Tepelanting dan hilang sejenak
Karena kontemplasi memilih senyap
Butuh ruang empiris
Dan kata yang lebih dari sekedar kritis

Mari mengais
Mengais puing-puing elaborasi yang berditorsi
Dari berbagai informasi
Karena aku yakin, bahkan saat tiada keniscayaan

Senin, 21 September 2015

Ruang Semiotika

(Gambar: lakonhidup.files.wordpress.com)


















Berlari-lari kemudian terhenti
Bercermin bayang diri
Hanya legam hitam memanjang seiring laju matahari
Tak puas, berlari lagi

Di kubangan air itu menemukan pantulan bayangan
Bercermin bayang diri lagi
Ada wujud kini
Namun bentuknya berditorsi dengan jalanan

Tak puas, berlari lagi
Menemukan ruang yang kini penuh cermin
Ini lebih realistis
Tetang usaha yang skeptis

Justru di sini kehilangan diri
Yang berasimilasi dengan bayangan-bayangan yang serupa dengan diriku
Di mana aku ini?
Menatap dalam mata yang juga mataku

Mereka memenuhi ruang dialektikaku
Mencecarku dengan segala ambigu
Kini kehabisan kata, daya dan upaya
Mari kita selesaikan satu pers satu

Minggu, 20 September 2015

Implementasi Peraturan Peredaran dan Penjualan Minuman Keras (Miras)

(Gambar: www.varia.id) Penjualan miras golongan A dan implemetasinya di masing-masing Pemda terkait deskresi peraturan yang ada seharusnya mendapat kejelasan dan konsistensi serta mempertimbangkan aspek ekonomi, moral, kesehatan dan rebvolusi mental yang menjadi landasan Nawacita.


Peraturan Dirjen (Perdirjen) mengenai kebijakan peredaran dan penjualan miras sedang dalam masa penggodokan. Di masyarakat, polemik mengenai penyebaran di berbagai tempat termasuk minimarket mendapat kritisi, sedangkan pihak retailer dan LSM lebih mengkritisi konsistensi dan kejelasan peraturan yang masuk ke dalam paket kebijakan ekonomi yang baru saja dikeluarkan pemerintah untuk menstimulasi pertunbuhan ekonomi.

Deskresi Kebijakan Distribusi Penyebaran dan Penjualan Miras Golongan A

Peraturan Dirjen (Perdirjen) nomor 4 mengenai aturan distribusi mnuman keras golongan A saat ini sedang direvisi oleh pemerintahan pusat. Hal ini merupakan bagian dari realisasi paket kebijakan ekonomi yang baru saja dikeluarkan oleh pemerintah dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi. Wacana yang berkembang mengenai relaksasi aturan distribusi penyebaran dan penjualan miras gologan A tersebut yang dapat diakses di  mini market beberapa kawasan khususnya untuk kepentingan wisatawan.

Pemberlakuan tersebut akhirnya menuai polemik. Karena, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan ( Permendagri) nomor 6 yang melarang penjualan minuman beralkohol atau miras golongan A di mini market atau toko kelontong dan pengecer lainnya. Peratruran tersebut bertentangan atau menimbulkan inkonsistensi jika merujuk adanya relaksasi yang hendak diberlakukan.

Implementasi Peraturan Peredaran dan Penjualan Miras

Menanggapi polemik yang berkembang, Jimmy Bella selau Direktur Logistik dan Saran Distribusi merujuk pada Permendagri nomor enam, sedangkan keleluasan relaksasi diberikan pada pemerintahan daerah masing-masing dalam memberlakukan aturan di daerahnya masing-masing agar berjalan sebagaimana mestinya, dan juga melihat potensi daerah sebagai kawasan wisata.

Berdasarkan hal tersebut, Tatum Rahanta selaku Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) melihat adanya kerancuan peraturan yang akan ditentukan oleh Pemda nantinya terhadap kawasan wisata tersebut. Tatum juga menambahkan perlunya kejelasan dari pemerintah, entah itu pusat ataupun daerah mengenai kejelasan tempat pengedaran dan penyebaran miras.

Mengingat, APRINDO merupakan asosiasi yang dapat 'diatur' dan mengikuti setiap kebijakan yang ada di banding penjual kaki lima yang dipandang lebih berbahaya dan kadang membandel menjual miras berbahaya berupa oplosan. "Kita asosiasi yang bisa diatur, berbeda dengan pedagang kaki lima yang kerap menjual miras oplosan yang memang lebih berbahaya yang bahkan dibiarkan bebas begitu saja," tutur Tatum. Penjual miras oplosan inilah yang juga yang dinilai Tatum perlu penindakan intensif.

Fahira Idris selaku Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (GENAM) justru malah  mengkritisi ide menko prekonomian dan perdagangan seperti kehilangan ide jika memasukkan kebijakan peedaran dan penjualan miras terhadap stimulasi perkembangan ekonomi yang ada. Menurut Fahira, kebijakan penjualan yang direlaksasi dan cenderung bebas ini menjadi mengkhawatirkan dan perlu pengkajian ulang karena berkaitan dengan moral dari pengaruh perubahan perilaku seseorang jika mengkonsumsi alkohol dan dari segi kesehatannya.

Bahkan, Fahira Idris juga tidak segan megkritisi pendapat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok terkait distribusi miras. Ahok melihat pengaruh alkohol terhadap perilaku kriminal masyarakat tidak begitu signifikan. Fahira justru mengkritisi peryataan Ahok tersebut. "Ahok nampaknya cenderung pro miras, seharusnya dia lebih lagi 'terjun' ke masyarakat agar melihat dampak langsung bahaya perilaku kriminal akibat minuman keras," tutur Fahira. Selain itu ada pesan kepada pemerintahan agar tidak mengutak-atik lagi Permendagri nomor 6 karena dinilai sudah tepat.

Dalam hal ini, konsistensi dan kejelasan baik pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah terkait pemberlakuan peraturan yang ada dan konten revisi Perdirjen tersebut diharapkan juga tidak tebang pilih, baik oleh APRINDO maupun GENAM. Selain itu juga kontrol yang baik dari Pemda terkait dengan implementasinya sebagai kunci peredaran miras diwilayahnya masing-masing. Konsistensi Presiden Jokowi kali ini juga diuji mengingat pernyataannya pada bulan Februari 2015 lalu terkait ketetapannya melarang menjual miras di sembarang tempat, termasuk di mini market.

Sabtu, 19 September 2015

Lipatan Cahaya

















Luruh oleh debu dan peluh
Mencari embun menyejuk kalbu
Aku hanya mencari setetes
Jangan ajarkan aku membunuh nurani

Ini bukan citra empati
Hanya diriku sendiri yang tau, aku pun tak peduli
Menelan tanpa tau kapasitas muatan hanya menambah beban
Jangan serakah atau cuma jadi tertawaan

Kalau hidup tak mau sekedar dagelan
Belajar dari keprihatinan
Yang mau berkorban tanpa disebutkan
Sungguh mulia meskipun keterbatasan

Senyum tulus penuh keikhlasan
Untuk apresiasi tanpa kenaifan
Malulah pada teladan
Yang dapat berbahagia meski bercampur lara

Yang kadang terlihat kusam oleh kelam dan gamang
Dengan mudah dinisbatkan suram
Mereka  menyimpan cahaya kalbu
Dalam ruang lipatan kemudian mereka simpan, untuk dibagikan


Kamis, 17 September 2015

Pembakaran Lahan dan Hutan di Indonesia Sudah Sejak Dulu Kala

Kebakaran hutan dan lahan sudah ada sejak tahun 1960 dan jadi permasalahan tahunan, penyebab utama hampir sama, yaitu pembukaan lahan oleh korporasi dan perusahaan dengan cara yang salah agar biaya yang dikeluarkan lebih murah.

Sudah sebulan lebih lahan dan hutan di berbagai wilayah di Indonesia khususnya Pulau Sumatra dan Kalimantan yang terkonsentrasi menjadi dampak masiv bagi pembakaran lahan. Apa saja yang dikorbankan sampai ini menjadi perhatian. Ternyata ini sudah persoalan tahunan dan ironisnya jadi langganan.

Dampak Meluas
Rasanya sudah intensif kita memperoleh berita sekaligus perkembangannya di media, sekedar mengingatkan, ini persoalan tahunan yang sudah ada sejak tahun 1960, jadi jangan heran, tapi tak bisa dibiarkan. Aceh, Sumatra Selatan, Bengkulu, Sumatra Utara, Sumatra Barat hingga Lampung memiliki titip api.

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah resiko yang harus ditanggung, belum lagi jadwal dari berbagai maskapai penerbangan yang ditunda bahkan batal, belum lagi kerugian ekonomi dari berbagai lintas sektoral, kegiatan belajar mengajar yang dilburkan, semua jadi 'korban'. Pelayanan kesehatan diberikan kebijakan untuk membuka pelayanan 24 jam hingga pengobatan gratis. Bukan tanpa alasan, calon pasien tidak sedikit, indikator udara yang terpajang jadi acuan, kisaran angka 300 sudah masuk kategori darurat asap.

Sanksi Preventif dan Efektif

Kebakaranini  bukan tanpa alasan, sebagain besar memang disinyalir karena aksi pembakaran lahan dan hutan oleh korporasi dan perusahaan. Kurang lebih 107 perusahaan yang terindikasi menginisiasi pembakaran lahan atas alasan kepentingan penghematan anggaran untuk pembukaan lahan yang akan ditanam kelapa sawit atau komoditas lainnya. 

Pembukaan lahan untuk kepentingan penanaman dengan membakar lahan dan hutan dikenai biaya 700 ribu hingga 800 ribu, sedangkan untuk pembukaan lahan dengan metode yang legal memakan biaya 3- 4 juta. Lalu haruskah kepentingan masyarakat luas dikorbankan atas nama penghematan yang berujung kerugian besar-besaran?

Sejauh ini, langkah progresif lebih kepada penggulangan kebakaran, penindakan penyebab kebakaran, hingga langkah-langkah preventif diambil. Prioritas pemadaman menjadi langkah terdepan mengingat titik api yang sulit dipadamkan, belum lagi titip api yang bertebaran dan berdampak besar bagi sekitar, termasuk negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

Kementrian Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya dan aparat penegak hukum seperti Polri menerapkan sanksi berupa pidana, perdata hingga administratif. Mengingat permasalahan ini memerlukan aksi responsif dan penindakan yang cepat, menurut Siti Nurbaya pada wawancara di salah satu media, akan menerapkan sanksi administratif terlebih dahulu. 

Sanksi tersebut berupa pembekuan izin perusahaan, sanksi tertulis dan permintaan maaf kepada publik, hingga penghentiaan kegiatan usaha permanen dan pencabutan izin usaha hingga pertanggungjawaban atas rehabilitasi lahan yang telah dirusak. Target yang ditempuh atas prioritas penyelesaian pemadaman asap pun dipercepat yaitu sekitar sebulan dari sekarang.

Semoga ini tidak jadi bencana tahunan yang "seharusnya" sudah bisa direncanakan.

Kupu-Kupu dan Hujan



Diantara kerumunan bidak kehidupan
Bertumpu pada titah perjalanan
Sambil bernanyi seakan jadi latar kehidupan
Terlalu asyik menelan kehidupan nampaknya 

Terdiam pada ruang beberapa meter persegi
mencoba menapaki lagi
Serpihan perjalalan di masa lalu di kumpulkan
Sekedar mengigatkan rasanya menyentuh bulan

Napak tilas yang kadang trengginas
Memacu intuisi ini lepas
lewat imaji yang terlintas
Terhempas dalam ruang bisu yang tak terbalas

Berjalan dengan meninggalkan cerah bahkan noktah
Jalan berlari bersiul dan bernyayi
Kadang berlari
Kadang parodi kadang ironi

Tentang menari di atas awan
kemudian menetap karena terasa aman
Karena ruang yang diciptakan bukan dari perhitungan
Sudah-sudah,
inilah khayalan dalam kenyataan

Selasa, 15 September 2015

We Love Deadline !!


















Pasti udah tau ya namanya deadline bisa jadi "kawan" bahkan jadi "lawan" dalam berbagai situasi yang kita hadapi, seberapa sering sih kalian berhadapan sama yang namanya deadline? untuk yang kerja di kantor bahkan anak sekolahan hingga kuliahan kebanyakan bisa rasain berpacu dalam waktu ini gimana rasanya, kamu tipe deadline yang kaya gimana sih?



1. Nunggu Inspirasi Muncul

















Biasanya, kalo ga ketemu yang namanya deadline belum afdol rasanya ya. Kinerja otak serasa belum ngebul alias kerja kalo belum deket waktunya. Saat waktu tugas udah di ujung tanduk (melihat jam rasanya bertemu bom waktu), baru deh otak bekerja seperti dinamo kilikan tamiya. Atau, katanya sih seperti mesin diesel, lama panasnya (duh!). Ga sedikit yang kaya gini, tapi alangkah baiknya kita cicil dari jauh-jauh hari ya guys. Bagaimana pun juga ada efek samping pastinya dari waktu yang sedikit tersedia, mulai dari kurang waktu tidur hingga fisik yang dikorbankan.

2. Suka Nunda Waktu (Males)



















Nah, ini yang paling bahaya, mengatasnamakan istilah "mager" alias males gerak jadi tugas sekolah, kuliah atau kerjaan sekalipun jadi terbengkalai deh. Walhasil, saat udah deket waktu dikumpulin tugas sekolah, kuliah atau kerjaannya, kita jadi keteteran alias panik ngerjainnya. Beruntung jika inspirasi muncul sehingga tugas siap kumpul, kalo buntu, wassalam deh. Makanya, prepare atau persiapkan jauh-jauh hari ya guys. Asli, bisa jejingkrakan sendiri kalo menghadapi tugas banyak di waktu deadline. Serasa naik roller coaster yang ga berujung alias ga berhenti-berhenti rasanya.

3. Sibuk Tugas Lain (Waktu Ga Banyak)





















Situasi seperti ini juga kerap menemui kita, banyak tugas lain yang menunggu, sedangkan tugas lain menunggu, kita menunggu untuk menyelesaikan, guru, dosen, bosa kita nunggu buat kita selesaikan semua, semua saling menunggu,lalu apalah arti menunggu, hahaha. Jika sudah begini, kita harus paham time management alias cerdas membagi waktu, jadi satu demi satu tugas terselesaikan.  Cara yang paling sederhana, ya coba tulis satu persatu tugas di semacam note di buku atau semacam mading jadwal yang kita buat, lalu kita atur sedemikian rupa supaya tepat waktu mengerjakannnya, punya jeda agar tubuh bisa istirahat juga.

4. Lupa



Alasan yang memang sering terjadi atau sengaja dibuat-buat, hmmm. Yang rugi kita lagi pastinya. Untuk yang sering lupa, biasakan catat di buku note atau apapun itu, yang jelas tempat kita mencatat kegiatan itu sering kita baca, sehingga saat kita lupa bisa keinget. Atau, yang lebih instant kita catat di note smartphone, bisa juga gunakan alarm reminder atau pengingat sekalian supaya ga da alasan untuk lupa guys.


5. Ketergantungan Sama Deadliner Lain



Ini bisa dibilang ga beruntung banget dan mengahdapi cobaan yang super duper bikin kesel,hmmm. Kejadian semacam ini bisa terjadi di tugas kelompok sekolah dan kuliah, bahkan pekerjaan sekalipun yang butuh teamwork. Alasannya bermacam-macam dari kita ketergantungan dengan mereka yang suka nunda waktu, entah memang kita dipasangkan sama dia, atau memang takdir menempatkat diri kita bersama dirinya (huft !!) hahaha. 

Jika tipe kita cocok sama dia, berarti jodoh, eehh salahh, berarti bahaya buat keberlangsungan tugas ataupun pekerjaan kita. Harus ada yang merubah guys, kalo bukan kita, siapa lagi, bisa dari teguran halus yang santai atau bahkan jangan segan-segan untuk tegas jika itu sudah cukup sangat menganggu dan berlanjut.

6. Moody

















Tipe seperti ini kurang lebih sama seperti nunggu inspirasi, tapi ini lebih kebawa perasaan alias baper istilah anak muda zaman sekarang, hahaha. Walhasil nunggu modd  membaik malah ketemu deadline deh. Situasi seperti ini cukup sangat menggangu produktivitas kita, apaplagi tuga kita ada kaitannya dengan pengembangan diri dan mempengaruhi orang lain sperti kerjaan dan tugas sekolah atau kuliah. 

Coba bersikap profesional dengan membiasakan diri untuk secara kosisten melawan modd tersebut, bagaimanapun juga pasti terbiasa nantinya seiring seringnya kita melawan perasaan itu. Atau jika sudah moody kronis bin akut (brrrr) saat dihadapi dengan tugas kita harus ciptakan suasana sedemikian rupa agar mood kita kembali. Bagaimanapun juga diri kita pribadi yang paling tahu agar mood tersbeut membaik lagi.

7. Pecinta Adrenalin Waktu (Time Challenger)













Ini agak absurd alias tipe yang aneh guys. Tipe ini kerap menghubungkan waktu yang sempit dengan tantangan untuk bisa mengerjakannya tepat waktu dan tepat sasaran (ini deadline apa maksudnya ya !?). Mereka menganggap waktu jadi kualitas atau tolak ukur sebapa cepat kita mengerjakkan tugas atau pekerjaan kita di watu yang sedikit (ini penjinak bom ya!?). Atau, ini seperti sedang kuis atau semacamnya ya, hahaha. Bagus jika mampu, kalau ga, bisa di bom sama guru dosen atau pak bos. Lagi pula kan bisa kita kerjaan di waktu awal.





8. Follower













Tipe ini lebih absurd lagi, deadline semacam trend yang bisa diikuti, jadilah kita followernya alias ikut-ikutan. Darimana kerennya ya berkencan dengan deadline? namanya aja horor. Belum lagi dampak ini itunya, beresiko tinggi. Saat sudah tau akibatnya mungkin baru bisa berkomentar, pokoknya maknyuuss hahaha.


9. Ga Tau Apa Artinya


Tipe ini jauh lebih absurd lagi, ga tau artinya deadline bahkan ga tau juga kejadian deadline itu seperti apa, ada ya (Duh!).  Suka sedih sendiri rasanya, tetapi mereka lebih terselamatkan jika memang kebiasaan mereka tidak seperti itu. Biasanya tipe ini, tipe asbun ("asal bunyi") guys, hahaha, Yasudahlah biarkan mereka bahagia.

10. Deadliner Sejati



Tipe ini biasanya menggunakan berbagai alasan untuk mengerjakan sesuatunya serba deadline, mulai dari point yang sudah kita sebutkan dari nomor 1 sampai 8 (point 9 super absurd,hahaha). Tipe ini ga pernah kapok menjajali deadline, seakan itu sudah mengalir dalam darah dan ada di hati sanubarinya,haha. Kalau sudah begitu kita bisa apa (hikss !)


Yaap, inilah beberapa tipe deadline yang ada disekeliling kita, tipe kamu yang mana guys? mungkin jika ada tipe lainnya kamu bisa komentar juga, sekaligus menawarkan solusi buat temen-temen kita yang setipe, hehehe. Bagaimanapun juga, kurang-kurangin ya, karena jika terus-terusan 'kencan' sama deadline ga baik juga. Have a Productive Day All. 

Minggu, 13 September 2015

“Pamulang Distorsick”, Bangkitnya Musik Grunge Di Tangsel

Kecintaan akan musik bergenre grunge ternyata masih mendapatkan tempat tersendiri di hati para pendengarnya, khususnya di Tangsel. Dari sekedar hobi bermusik hingga berkumpul mempersatukan visi dan misi jadi kunci anak-anak grunge ini berkumpul dan terus berkarya.

Gelar acara Musik untuk Hidupkan Grunge (lagi)



                
              Komunitas ini mencoba menhidupkan era atau masa-masa dimana mereka masih konsisten bermusik pada genre grunge. Sebut saja band Soundgarden, Alice ini Chains hingga lengenda Nirvana yang menginspirasi setiap musisi grunge di seluruh belahan dunia. Rico salah satunya, personil band Insulin sudah malang melintang di dunia grunge sejak 1998 bersama band senior lainnya yaitu Kacamata Bolong. Bukan perkara mudah bagi pemuda yang saat ini sudah memiliki kesibukan bekerja dan memiliki keluarga ini. Ditambah lagi, gairah musik grunge  di Tangsel pun meredup seiring dengan terpencarnya para musisi dengan kecintaan genre yang sama atau bahkan beralih profesi lain.

              Barulah kemudian, pada tahun ini dengan inisiasi dari kawan-kawan senior grunge lainnya serta dukungan musisi grunge Tangsel yang baru merintis, Rico mengaggas membentuk komunitas musik grunge bernama “Pamulang Distorsick”. Kepanitiaan acara bernama ‘Bersinergi vol. 1” pun terbentuk benrdasarkan kecintaan mereka akan musik grunge. Kemudian dengan mengumpulkan 12 band, mereka menjalani acara bertemakan solidaritas sesama band grunge pada 12 September lalu. Antusiasmenya pun cukup membludak, hingga memenuhi pelataran ruko Pasar Kita. Suasana dibuat sedemikian rupa, mengingatkan kita pada nuanasa musik grunge, dari nuansa musiknya dengan riff gitar yang ‘berat’ hingga dandanan ala sang legenda grunge Kurt Cobain dengan flanel kotak-kotak dan sepatu  dengan brand converse.

              Motivasinya, apalagi kalau bukan untuk menghidupkan musik grunge dan mengumpulkan musisi-musisi grunge di Tangsel, bahkan terbuka untuk wilayah lainnya. Misi jangka panjangnya, mereka akan terus mencoba mengadakan acara swadaya ini secara konsisten setiap bulannya dan akan terus mewadahi musik grunge atau musik berdistorsi lainnya. Ya, walaupun kecintaan mereka begitu besar terhadap musik grunge, mereka tetap terbuka dengan genre lainnya untuk sekedar berkumpul atau berpartisipasi dalam acara musiknya. Tidak heran jika pada acara perdana mereka ada satu band bergenre melodic ikut meramaikan acara grunge tersebut.

Bermusik untuk Berkarya Secara Positif dan Membangun Kritik Sosial


              Sesuai dengan karakter musiknya, musik grunge yang diusung kawan-kawan “Pamulang Distorsick” ini bertemakan kritik sosial dengan mengalunkan lirik-lirik ironi negeri ini dan keadaan sosial di kehidupan sehari-hari. Bahkan, secara gamblang mereka mengkritik pemerintahan kita yang sudah terlalu lama ‘asik’ korupsi. Belum lagi seputar kehidupan sosial yang sering ada, seperti pada lagu anak mami yang mengangkat kehidupan anak yang bergelimangan harta dan ketergantungannya terhadap orang tua.

              “Kejujuran” mereka membawakan musik menjadi lebih mudah diterima di kalangan anak muda, khususnya pecinta grunge. Meskipun oleh beberapa kalangan lainnya, musik grunge masih dianggap urakan sehingga minim dukungan, Pamulang Distorsick mengaku terus berkarya dan mengumpulkan kawan-kawan pecinta musik grunge dari seluruh wilyah, khususnya Tangsel. Untuk keberlangsungan acara berikutnya, mereka terus mengumpulkan dana bahkan pada acara pertama mereka sengaja menjual sticker acara komunitas mereka sebagai donasi untuk tambahan dana acara mereka.


                 Kebersamaan mereka dalam bermusik juga akan diabadikan dalam bentuk karya album kompilasi dari band-band yang menggagas acara komunitas mereka di Bersinergi Vol. 1. Untuk kegiatan Pamulang Distorsick berikutnya, mereka rencananya akan menggabung konsep acara musik grunge dan melodic dalam judul acara grunge vs melodic. Bukan bermaksud mengadu kemampuan antar genre, melainkan mereka kerap bekerja sama dengan musisi-musisi melodic, bahkan Rico mengakui beberapa personil termasuk bandnya (drummer Insulin) mempunyai project band lainnya pada genre band melodic. Ini bukti bahwa musik mereka tidak mendiskriminasikan genre musik lainnya.

Eksistensi Musik Grunge

Nirvana, salah satu  band yang membawa genre grunge sangat diminati masyarakat luas, terutama di era 90'an



Sebagai sub-genre rock yang sudah ada sejak pertengahan tahun 80'an, musik grunge selalu punya pendengar dan peminatnya tersendiri. Eksistensinya masih terbukti di tengah dominasi arus pasar industri masa kini, begitu pula dengan musisinya.

Berkarya Melalui Musik

Semua profesi membutuhkan konsentrasi dan konsistensi yang tinggi. Salah satu musisi dalam begeri dari Tangsel ini boleh dibilang stabil bermusik dalam genre yang 'meledak' melalui band Nirvana, Insulin namanya. Band yang diusung oleh Rico, pemuda Tangsel ini sudah bermusik sekaligus mengususng genre grunge bersama 2 teman lainnya dalam satu band sejak tahun 1998.

Motivasinya untuk konsisten bermusik adalah bentuk apresiasinya terhadap pemberdayaan manusia ke arah yang lebih positif. "Dengan bermusik kita tentu melakukan hal yang positif, daripada melakukan hal-hal negatif lainnya," tutur Rico yang berposisi sebagai gitaris sekaligus vokalis di Insulin.

Bermusik dengan idealisme memang acap kali berbenturan dengan realita, yang mengharuskan kita mencari alternatif untuk menghidupi diri. Untuk itulah sampai saat ini tidak banyak musisi, apalagi musik grunge bisa benar-benar laku di pasaran layaknya para legendanya di luar negeri sana. 

Legenda grunge yang ada berurutan hadir dari awal era kemunculannya, sebut saja Soungarden, Alice in Chains, Nirvana, hingga Pearl Jam. Musisi luar yang disebutkan tadi tidak perlu khawatir berkarya tanpa penghasilan. 

Berbeda dengan negeri kita, jadi, tidak heran pemikiran musisi di negeri ini semakin realistis dengan mencari pekerjaan lain dan menjadikan profesi musisi hanya sebgai hobi. Alternatif lainnya, tetap berprofesi sebagai musisi namun mengesampingkan idealisme bermusiknya, dengan beralih genre yang lebih mainstream atau mengikuti selera pasar masa kini agar diterima di telinga masyarakat mayoritas dan industri musik.

Silaturahmi ala Grunge

Di sisi lain, Rico mengakui eksistensi band grunge  terlebih Tangsel masih sebatas perorangan atau membawa nama band nya masing-masing. Bandung yang dapat dijadikan contoh sebagai kota yang mengapresiasi keberagaman profesi namun tetap dapat bersatu dan konsisten dalam satu komunitas masiv yang mempersatukan visi dan misi musik mereka.

Lesunya antusiasme musisi dan muda-mudi kota kelahirannya Tangsel terhadap musik grunge yang memotivasi Rico untuk kemudian mempersatukan kembali musisi grunge di Tangsel untuk terus bersilturahmi sekaligus berkreasi dalam acara berbentuk gigs atau istilahnya 'manggung bareng'.

Insulin bersama band grunge lainnya kemudian berkumpul untuk mengadakan acara yang mengangkat kembali band-band grunge lokal sekaligus mempertemukan mereka dalam satu wadah dan acara yang sifatnya kebersamaan.

Kebersamaan mereka dalam sebuah acara musik menjadi momen mengenang masa-masa mereka saat masih konsisten bermusik grunge. Pertemuan sekligus pembahasan tersebut berlanjut, hingga pada rencana untuk terus mengadakan acara ini rutin sebulan sekali, serta adanya album kompilasi musisi grunge Tangsel menjadi resolusi Rico dan kawan-kawan. 

Mereka sepakat bersatu dalam dalam komunitas Pamulang Distorsick dan mengadakan acara perdana bernama Bersinergi bertajuk Distorsick "We Know Whoi We Are". Usaha swadaya dengan mengumpulkan sekitar 12 band yang terdiri dari 11 band bergenre grunge dan satu band lagi bergenre melodic. Akhirnya 'silaturahmi ala grunge' mereka tercapai.

Insulin dan Kacamata Bolong yang sudah malang melintang lama di dunia grunge khususnya di wilayah Tangsel mengharapkan genre grunge punya tempat tersendiri di hati penikmat musik khususnya di Tangsel, sekaligus mewadahi pada musisinya tentunya.

Di akhir cerita, terselip doa dan harapan bagi Pamulang Distorsick atas dukungan dari berbagai elemen masyarakat untuk mengapresiasi setiap musisi dan musik yang diusungnya, entah apapun genrenya. Terlebih dukungan moral dan materil  dari pemerintah setempat dalam mengayomi secara bakat-bakat musik yang ada di kota, termasuk para musisi grunge.

Sabtu, 12 September 2015

Lintas Ambigu



Dalam monolog yang dimulai prolog
Dari friksi yang tercipta dari dualisme dimensi
Meratapi arti yang lagi-lagi multitafsir
Berkelakar sebentar kemudian mengurai makna

Dua sisi yang tersusun presisi
Bersembunyi di balik bilik bertabir
Menyeruak merambah nalarnya
Masuk dalam celah yang disebut lengah

Memangkas satu demi satu pembatas
Berharap bertemu ambang batas
Dan bertemu pada satu konklusi
Atas nalar yang tak terjamah selama ini

Merayap dinding-dinding keyakinan
Mencipta manuskrip tentang sebuah prisnsip
Membentuk gugusan realisasi suatu solusi
Bersinergi menemukan satu sososk yang pasti

Jumat, 11 September 2015

Lagi - Lagi Rizal Ramli

























Keberadaannya di pemerintahan Indonesia sebagai Menko Kemaritiman dan Sumber Daya yang belum genap sebulan sudah mengundang polemik dengan berbagai kebijakan dan penyataan yang dikeluarkan. Sebut saja soal kasus Dwelling Time hingga pengadaan listrik sebesar 35 ribu MW. Bagaimana Rizal Ramli menyikapinya? Simak ulasan lengkapnya.

Demi Revolusi Mental

Merujuk kilas balik yang ditelisik oleh Rizal Ramli saat 15 tahun yang lalu, di perpajakan dan bea cukai Pelabuhan Tanjung Priok, terdapat dua jalur dalam kepengurusan izin di Pelabuhan Tanjung Priok, di antaranya ada sebutan Jalur Hijau dan Jalur Merah. Jalur Hijau diperuntukan pada perusahaan bonafit, sedangkan Jalur Merah diperuntukan pada perusahan baru yang belum terbiasa akan perizinan.

Seiring waktu, perusahaan beradaptasi dengan birokrasi sehingga berada pada jalur hijau yang menjadi akseleras. Sedangkan, perusahaan yang mengurus di jalur merah berkurang, sehingga pemeriksaan dan perizinan lebih cepat. Hal tersebut mendorong Rizal Ramli di posisinya saat ini untuk membenahi sistem birokrasi yang terkesan memperlambat Dwelling Time.

Tindakan pembenahan pun terus berlanjut, langkah membenahi pemborosan waktu Dwelling Time dimulai dari pembenahan jalur kereta yang selama ini dibeton oleh PT. Pelindo II. Menurut Rizal Ramli, jalur kereta yang ada sejak zaman Belanda ini memang disediakan untuk mempermudah akses perpindahan barang. Kemudian, Pelindo tutup dengan indikasi kereta tidak ke pelabuhan agar simpan barang aman dan lebih lama.

Beberapa kebijakan yang dikritisi dan segera ditindak dalam jangka waktu dua bbulan ini oleh Rizal Ramli terkait pelabuhan paling sibuk di Indonesia ini, diantaranya kontainer kerap lama keluar dari pelabuhan, padahal biaya tunggunya mencapai 170.000 USD. Hal tersebut berdampak pada biaya logistik (cost logistic) menjadi besar dan berimbas kepada masyarakat.

Kebijakan bukan hanya buat nyaman perusahaan pengelola perizinan seperti Pelindo, inefisiensi waktu dari tarif kontainer yang disimpan di pelabuhan dikenakan biaya yang murah, yaitu sekitar Rp 17.000 yang membuat para perusahaan betah berlama-lama di pelabuhan sehingga menambah lama proses Dwelling Time. Perubahan kebijakan yang menysul diantaranya dengan meningkatkan biaya simpan jika dalam waktu kurun hari ke-3  tidak bergerak. Biaya tamabahan seniali lima juta rupiah setelah melewati tiga hari masa simpan.

Perizinan yang merupakan birokrasi juga akan direvisi. Bagaimana tidak, perusahan di pelabuhan setidaknya akan mengurus 124 perizinan yang berasal dari 20 kementerian. Maka dari itu tidak heran Rizal Ramli nampak jengah dengan birokrasi yang semakin lama malah mempersulit. "Kebiasaan harus diubah, jangan lagi mempersulit birokrasi dengan semboyan 'kalo bisa dipersulit buat apa dipermudah' buaya seperti itu harus diubah," kata Rizal Ramli. Selain itu budaya pelayanan perizinan berdasarkan sesuai nomor urut antrian tanpa memperdulikan pihak khusus sehingga kepengurusan menjadi acak. Sehingga, tidak ada istilah 'raja-raja kecil diantara raja lapak'.

Seangkan untuk kasus mobile crane pada Pelindo II yang masih terkait dengan Dwelling Time, kasus ini masih tersu dalam masa penyidikan lebih lanjut pasca penggeladahan dan penyitaan dokumen. Dari data yang didapat, pengadaan mobile crane tidak efektif karena sudah adanya alat angkut Super Panama yang lebih efisien mengangkut kontainer dengan statistik 30 move per our. Sedangkan, mobile crane dengan delapan move per hour.

Kebijakan Realistis

Terkait kebijaka lain soal pengadaan listrik 35 ribu MW, Rizal Ramli memiliki pandangan tersendiri, sekalipun proyek tersebut tetap diadakan. Pernyataan dari berbagai stakeholder pemerintahan yang mendukung proyek ini dinilai terlalu ambisius buat Rizal Ramli.

Rizal Ramli memandang proyek tersebut lebih realistis jika dibangun dengan 16 ribu MW. Jika merunut ada juga proyek 35 ribu MW yang dibangun sebelum proyek ini, seharunya proyek sebelumnya lebih dahulu direalisasi. Belum lagi proyek pada masa pemerintahan SBY yang hanya terealisasi 3 ribu MW.

Merujuk realisi sebelumnya dan kebutuhan yang ada, RizaL tetap pada pendiriannya. Belum lagi berdasarkan perhitungannya, ada prediksi sekitar 10 ribu MW yang akan tersisa dari pemakaian total 35 ribu MW yang harus tetap dibayar pemerintah setiap tahunnya kepada perusahaan swasta yang mengadakan listrik." Kita lihat saja lima tahun ke depan apakah ini benar sesuai dengan kebutuhan dan terealisasi sebesar 35 ribu MW," pungkas Rizal Ramli.

Kita nantikan saja sepak terjangnya berikutnya, mengingat berbagai 'resiko besar' menanti demi perbaikan negeri.

Which Your Orientation?



Terinspirasi dari diskusi ringan, semacam sharing dan diskusi sederhana berujung pembahasan bermacam-macam genre, bisa dibilang obrolan gado-gado.

Mulai dari kapasitas wartawan hingga integritas nya secara teoritis dan realitanya di lapangan, ya walaupun saya masih sangat jauh dari baik dan profesional dan masih perlu banyak belajar. Pembahasan tentang tulisan berita dan artikel yang dikemas seorang jurnalis.

Tentang bagaimana kode etik mengatur seorang jurnalis dari mengkonsep bahan hingga mengumpulkan data hingga wawancara kemudian disusun sedemikian rupa menjadi komprehensif dan menarik untuk dibaca.

Perbedaan pada orientasi, ya saya melihat berita atau tulisan berdasarkan bobot nilai tulisan dan struktur dari satu paragraf ke paragraf lainnya yang berkasitan hingga yang terpenting, seberapa lengkap konten informasi yang terkadung dalam berita sehingga konprehensif dan menjadi deep news atau hard news bahkan feautures. Ya, saya menyukai berita, tulisan atau artikel yang memuat konten menarik yang lengkap dan mendalam pembahasannya. Serasa dapat klimaksnya.

Di tengah kondisi saat ini yang seakan-akan membutuhkan biaya dan uang di mana-mana untuk segala penilaian. Pemikiran menariknya soal advertise orientation and money orientation membuka wawasan baru soal saya tentang dia.

Ya, wawasan, harga memang menentukan kualitas, tetatpi tanpa kita sadari uang bisa mengubah orientasi, prioritas dan kualitas kita. Tergantung bagaimana kita menempatkannya. Suatu pandangan dapat menjadikan uang menjadi semacam motivasi dan orientasi prioritas manusia dalam meningkatkan kualitas. Apa itu pantas?

Sah-sah saja, tetapi apakah beresiko pada etika kita nanti? saya tidak bisa menjamin itu tidak mungkin, karena ketidak mungkinan itu adalah kemungkinan kecuali ketetapan Sang Pencipta. Pernah juga mendengar 'pekerjaan terbaik adalah sesuatu yang kamu cintai'. Ya semacam menyelam sambil minum air.

Hal apa yang membahagiakan dalam hidup Anda, tetap lakukan itu dan yakinlah ada jalannya. Saya percaya itu, bahkan jika kalian diremehkan terlebih dahulu. Teringat dari motivasi seorang pebasket internasional Michael Jordan yang mengaku sering gagal berkali-kali hingga menjadi pebasket profesional yang berkualitas. Atau, Pencipta resep Kentucky Fied Chicken (KFC) yang baru berhasil dalam usaha kulinernya saat berusia 40 tahun.

Sampai mana Anda berusaha mendapatkan esensi dan substansi dalam hidup yang hakiki, pada sesuatu yang membahagiakan yang muncul dari diri Anda atau luar diri Anda? Yang aktif Anda dapatkan atau pasif mendapatkan Anda?

Tentang menghalalkan segala cara agar mendapatkan yang Anda inginkan atau mencari alternatif lain dengan tujuan yang sama? Di tengah kondisi seperti ini apakah menjadi kelumrahan mengambil semua oportuniti tanpa memperdulikan nurani?

Tanyalah pada diri sendiri, dari sanalah kepantasan kualitas diri kita temukan. Tuhan tidak menghadiahkan kecerdasan atau apapun dalam diri kita yang kita anggap anugerah, tidak untuk disalahgunakan.

Kamis, 10 September 2015

Konklusi



Representasi atas mimpi
Bersinergilah bersama aksi agar terealisasi
Sekallipun memunculkan friksi
Atas analogi yang berkelahi 

Itulah sisi lain dari sebuah dimensi
Yang tersedia atas sebuah empati
Ranah prerogatif yang tak dapat didestruktif
Dari sanalah celah inspirasi

Pemikiran baru yang dimulai dari hulu
Bergerak menujung cabang ide
Walaupunn terhunus oleh pedang gamang
Kata baku pun harus diterjang

Saat tantangan kembali meradang
Oleh determinasi dan semangat juang
Karena saat hanya asa membumbung di dada
Adalah harus melawan arus

Selasa, 08 September 2015

Konsistensi dan Kapasitas Institusi Memberantas Korupsi




Masih belum lekang di fikiran kita kasus yang selama ini berkembang di media, diantaranya penyidikan kasus Dwelling Time oleh instruksi Presiden Joko Widodo, diteruskan Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang secara spesifikasi dibenahi dan berkonsolidasi dengan Polri di bagian Bareskrim.

Isu seakan beralih kepada rotasi di Polri, yang berujung realisasi dan salah satunya Komjen Pol Budi Waseso. Siapa dia? dia sosok Kabareskrim Polri yang selama delapan bulan terakhir ini sekaligus menangani kasus Dwelling Time beserta 'Dugaan Pengadaan' di Pelindo II dan kasus Pertamina kini. Kepemimpinanya yang beberapa waktu terakhir bertukar posisi dengan Komjen Pol Anang Iskandar, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kemudian, baru-baru ini Rizal Ramli meningstruksikan pengkajian terhadap sistem prabayar token listrik, menyusul ditemukannya indikator kelangkaan dan biaya administrasi yang dibebankan sehingga memberatkan rakyat yang menggunakan.

Sejauh mana sepak terjang 'mereka' agar konsisten memberantas korupsi yang jadi bahaya laten?

Berbagai Kasus Menanti Polri



Kasus yang hendak diberangus oleh Budi Waseso dan tim nya melalui Bareskrim sebelumnya benar-benar disoroti. Semenjak kepemimpinan Budi Waseso, beliau sudah menangani kasus yang tak kalah kontroverisal. Mulai dari awal tahun, dengan menangkap Wakil Ketua Non-Aktif KPK, Bambang Widjojanto atas dugaan kasus kesaksian palsu, Ketua KPK Non-Aktif Abraham Samad terkait pemalsuan dokumen kependudukan, bahkan penyidik KPK Novel Baswedan. 

Penindakannya tersebut menuai kontroversi, bahkan, saat itu Budi Waseso yang mendapat panggilan Buwas, mendapat kecaman dari rakyat karena seakan mengkriminalisasi para punggawa KPK. Sepak terjangnya kemudian berlanjut darfi pengadaan UPS, sampai kasus Dwelling Time yang berkembang ke penggeladahan kantor Pelindo II dan Kasus CSR Pertamina baru-baru ini yang diduga juga melibatkan calon pimpinan KPK yang sempat lolos seleksi.

Dapatkah Polri menangai berbagai kasus seiring dengan rotasi di tubuh Bareskrim dengan banyak kasus yang menunggu untuk diselesaikan?. Usai dilantik untuk serah terima jabatan sebagai Kabareskrim pada hari ini, Komjen Pol Anang Iskandar mengaku perlu waktu untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Buwas sebelumnya. Anang mengaku meminta waktu untuk mempelajari terlebih dahulu untuk mempelajari seluruh kasus, baru kemudian ada 'penggebrakan' menurut pengakuannya. Ditemui di waktu yang sama, Buwas akan melakukan perubahan setelah dilantik nanti sebagai Kepala BNN dengan merevisi UU Narkotika terkait penanganan pengguna narkoba. kurang lebihnya, Buwas akan memenjarakan pengguna disamping merehabilitasinya agar efek jeranya lebih terasa. 

Kapasitas Rizal Ramli: 'Mafia' Dwelling Time hingga 'Setengah Mafia' Sistem Prabayar Token Listrik 



Semenjak dipilih sebagai Menko Kemaritiman belum lama ini, Rizal Ramli sudah mengkritisi sekaligus menetapkan beberapa perubahan yang menuntut pembuktian lebih lanjut dalam penanganannya terhadap korupsi. Diawali kritisinya seputar poyek listrik sebesar 35 ribu Mega Watt, Kasus Dwelling Time yang kemudian dirakorkan oleh Menko Kemaritiman ini sehingga terbentuk tim khusus dengan menunjuk Ronnie Higuchi Rusli (mantan pejabat di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri atau Ekuin) untuk menangani waktu bongkar muat di pelabuhan tersibuk di Indonesia yang sebelumnya memakan waktu hingga enam hari. Padahal, di luar negeri ada waktu tunggu bongkar muat barang yang hanya mencapai satu hari. Tim dan instansi yang terkait penanganan kasus ini diberikan waktu oleh Rizal selama sebulan untuk menyelesaikan kasus ini.

Penanganan terkait Dwelling Time tersebut diantaranya, mempermudah kereta barang untuk langsung ke pelabuhan yang berimbas pada pengurangan waktu Dwelling Time. Kedua, akan ada revisi dari murahnya biaya sewa barang di pelabuhan yang dapat memberikan celah untuk semakin lama menimbun barang (biaya sebelumnya 27 ribu per hari untuk kontainer 20 feet dinilai terlalu murah). Ketiga, akan ada perbaikan sistem komputerisasi yang belum terintegrasi agar memudahkan pencarian barang.

Hal inilah memunculkan dugaan penyelewengan dan korupsi dari banyak pihak. Tidak heran penyidikan berlanjut kepada PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang menangani 11 Pelabuhan di Indonesia termasuk Pelabuhan Tanjung Priok. Bagai gayung bersambut, Bareskrim langsung melakukan penggeledahan atas dasar penyidikan yang telah dilakukan sebelumnya terkait pengadaan kendaraan pengangkut peti kemas barang yaitu mobile chrane milik PT. Pelindo II.

Keberaaan mobile chrane sebanyak 10 kendaraan ini dianggap sebagai pemborosan dan terindikasi ada penyelewengan dana. Dugaan muncul setelah banyak temuan mobile chrane yang rusak dan tak dapat digunakan karena sebelumnya memang tidak dibutuhkan dan jumlah armadanya terlalu berlebihan, karena  sebenarnya kapasitas satu mobile chrane dapat menampung puluhan peti kemas.

Tantangan Kasus Lainnya 



Berlanjut lagi, hari ini (7/9) muncul lagi hasil temuan Menko Kemaritiman berdasarkan sebuah rakor sebelumnya terkait sistem prabayar token listrik yang akan direvisi. Hal tersebut menyusul temuan bahwa ketersediaan token listrik yang minim dan mahal karena beban administrasi. "Masalah kedua, saat mereka beli pulsa 100 ribu, listriknya hanya 73 ribu, kejam sekali itu 27 persen disedot oleh provider yang setengah mafia, " katanya.

Merujuk biaya tersebut, menurut Rizal Ramli, jika dibandingkan dengan pulsa telepon prabayar, membeli seharga 100 ribu rupiah akan bayar 95 ribu rupiah dengan administrasi yang tidak mahal yaitu lima ribu. Kebijakan token tersebut sebenarnya merupakan monopoli perusahaan listrik masa lalu, sehingga rakyat sampai saat ini masih ada yang menggunakan sistem itu. Solusi yang ditawarkan dengan menghilangkan monopoli kemudian menurunkan biaya administrasi listrik seharga lima ribu rupiah.




Konsistensi Memberantas Korupsi



Mampukah berbagai kasus ini diselesaikan ditengah pergantian kepemimpinan seperti rotasi antara Buwas dan Anang Iskandar di Polri. Belum lagi dugaan adanya intervensi politik atas pertukaran posisi Buwas dan Anang yang memiliki masa jabatan hanya tingga l delapan bulan lagi ini.

Ditambah lagi, pernyataan bertolak belakang Jusuf Kalla terkait revisi proyek pengadaan listrik sebesar 35 ribu Megawatt menjadi 16 Ribu Mega Watt. Menurut pemilik panggilan JK ini, keputusan soal proyek 35 ribu MW tersebut tidak diubah karena berdasarka instruksi Presiden Joko Widodo, sehingga himbauan dari Rizal Ramli tersebut tidak bisa direalisasi.

Publik yang sudah mengetahui sekaligus jadi saksi menanti aksi realistis, untuk mengetahui sampai mana kapasitas, integritas dan konsistensi aparat memberantas korupsi serta tidak tebang pilih. Apalagi saat ini ada pembenahan institusi lembaga penanganan korupsi lainnya yaitu KPK, yang sedang dalam proses memilih ketua baru dengan sistem yang lebih selektif. Tahap pemilihan Ketua KPK ini telah diuji oleh sembilan 'srikandi' tim pansel yang kemudian saat ini menunggu proses fit and proper test dari Komisi III DPR Pusat menuju lima capim terpilih.

Minggu, 06 September 2015

Lobi Politik Berujung Polemik



Kunjungan kenegaraan biasanya dilakukan dala misi kenegaraan yang sifatnya formal dan terkoordinasi. Improviasasi biasanya dilakukan diluar ekspektasi dari pertemuan formal yang terjadi. Tetapi, apa yang terjadi jika berada dalam suah konferensi pers berbau unsur kampanye yang kuat, layakkah?

Pertemuan Parlemen Berujung Kampanye Politik Donald Trump

Kehadiran Ketua DPR Pusat, Setya Novanto dan Wakil DPR Pusat Fadli Zon bersama 9 anggota DPR lainnya menyaksikan orasi politik Donald Trump dari Partai Republik, menjadi polemik yang tidak berkesudahan baik dari kalangan angoota DPR hingga masyarakat umum. Agenda utama anggota DPR Pusat sebenarnya adalah dalam rangka kunjungan dan pertemuan parlemen sedunia selama 12 hari, dengan menghabiskan dana sebesar 4,63 milyar.

Kecaman dari banyak kalangan segera dikonfirmasi oleh Fadli Zon yang menegaskan bahwa itu hanyalah pertemuan informal dan lebih kepada membangun link hubungan baik dan bidang ekonomi. Apalagi, Trump berinvestasi di Jawa Barat dan Bali. Konfirmasi tersebut masih menuai antipati, bahkan anggota DPR Pusat lainnya meminta pengunduran diri Setya Novato dan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Tidak begitu terima, Fadli Zon menjelaskan duduk perkara hingga dia berada di sana."Ini memang bukan agenda resmi dan informal sifatnya, kami bertemu Trump di lantai 26 dan diajak menghadiri konferensi pers Trump yang statusnya baru bakal calon Presiden Amerika Serikat yang kuat secara elektabilitas. Menunjukkan kehormatan dan budaya Indonesia yang semestinya kami meghadiri tanpa bermaksud mendukung Trump," tutur Fadli.

Setelah orasi politiknya, Trump sebenarnya sudah keluar dari  podium yang sudah disediakan. Kemudian, mendadak Trump kembali dengan memperkenalkan Setya Novanto sebagai orang berpengaruh besar di Indoesia dan Trump mengakui kredibiltasnya sehingga dipercaya untuk bersama membangun Amerika Serikat.


Citra Publik

Bukan tanpa alasan, citra publik terasa terusik dengan keberadaan para anggota dewan dalam pertemuan yang dinilai rawan. Maman Imanul Haq salah satu anggota DPR komisi VIII dari Fraksi PKB menilai ini melanggar etika politik, sangat memalukan dan tidak merpesentasikan sikapnya sebagai Ketua DPR.

Menurut anggota DPR yang lain serta para pegiat politik, kejadian tersebut memalukan karena menurunkan martabat bangsa. Karena keberimbangan masih mereka masih dipertanyakan karena menemui Trump tanpa menemui bakal calon Presiden yang lain, serta muncul kesan dukungan penuh Indonesia kepada Trump yang diwakilkan oleh para anggota dewan. Tetapi hal tersebut kembali dikonfirmasi oleh Fadli Zon sebagai hal yang tidak relevan dan sekedar silaturahmi politik yang tidak perlu digembar-gemborkan.

Ketua FORMAPPI, Sebastian Salang mengomentari ini sebuah blunder politik sehingga harus dipertanggungjawabkan kepada publik. "Bisa dibilang ini adalah blunder diplomasi, perlu penjelasan dan pertanggungjawaban serta motif dan tujuannya," tutur Sebastian Salang.

Persepsi

Persepsi Fadli Zon terkait Donald Trump yang piawai sebagai pengusaha yang merambah sampai Jawa Barat dan Bali ini, ternyata bertolak balakan dengan karakter aslinya yang disampaikan Shamsi Ali, Cendikiawan Muslim yang berada di Amerika Serikat sejak 1996. "Saya mengenal Trump sebagai sosok yang kontroversial dengan karakter yang dapat memecah belah yang anti etnis, imigran dan anti muslim," kata Shamsi.

Dengan munculnya Setya Novanto kepada publik juga ternyata menurut Shamsi memunculkan opini dan citra ,masyarakat Amerika Serikat bahwa Islam di Indonesia mendudkung Trump. Ternyata dampak yang mesti mereka terima konsekuensinnya berupa pembentukkan persepsi yang beragam dan kebanyakan bernada geram.