Nirvana, salah satu band yang membawa genre grunge sangat diminati masyarakat luas, terutama di era 90'an |
Berkarya Melalui Musik
Semua profesi membutuhkan konsentrasi dan konsistensi yang tinggi. Salah satu musisi dalam begeri dari Tangsel ini boleh dibilang stabil bermusik dalam genre yang 'meledak' melalui band Nirvana, Insulin namanya. Band yang diusung oleh Rico, pemuda Tangsel ini sudah bermusik sekaligus mengususng genre grunge bersama 2 teman lainnya dalam satu band sejak tahun 1998.
Motivasinya untuk konsisten bermusik adalah bentuk apresiasinya terhadap pemberdayaan manusia ke arah yang lebih positif. "Dengan bermusik kita tentu melakukan hal yang positif, daripada melakukan hal-hal negatif lainnya," tutur Rico yang berposisi sebagai gitaris sekaligus vokalis di Insulin.
Bermusik dengan idealisme memang acap kali berbenturan dengan realita, yang mengharuskan kita mencari alternatif untuk menghidupi diri. Untuk itulah sampai saat ini tidak banyak musisi, apalagi musik grunge bisa benar-benar laku di pasaran layaknya para legendanya di luar negeri sana.
Legenda grunge yang ada berurutan hadir dari awal era kemunculannya, sebut saja Soungarden, Alice in Chains, Nirvana, hingga Pearl Jam. Musisi luar yang disebutkan tadi tidak perlu khawatir berkarya tanpa penghasilan.
Berbeda dengan negeri kita, jadi, tidak heran pemikiran musisi di negeri ini semakin realistis dengan mencari pekerjaan lain dan menjadikan profesi musisi hanya sebgai hobi. Alternatif lainnya, tetap berprofesi sebagai musisi namun mengesampingkan idealisme bermusiknya, dengan beralih genre yang lebih mainstream atau mengikuti selera pasar masa kini agar diterima di telinga masyarakat mayoritas dan industri musik.
Silaturahmi ala Grunge
Di sisi lain, Rico mengakui eksistensi band grunge terlebih Tangsel masih sebatas perorangan atau membawa nama band nya masing-masing. Bandung yang dapat dijadikan contoh sebagai kota yang mengapresiasi keberagaman profesi namun tetap dapat bersatu dan konsisten dalam satu komunitas masiv yang mempersatukan visi dan misi musik mereka.
Lesunya antusiasme musisi dan muda-mudi kota kelahirannya Tangsel terhadap musik grunge yang memotivasi Rico untuk kemudian mempersatukan kembali musisi grunge di Tangsel untuk terus bersilturahmi sekaligus berkreasi dalam acara berbentuk gigs atau istilahnya 'manggung bareng'.
Insulin bersama band grunge lainnya kemudian berkumpul untuk mengadakan acara yang mengangkat kembali band-band grunge lokal sekaligus mempertemukan mereka dalam satu wadah dan acara yang sifatnya kebersamaan.
Kebersamaan mereka dalam sebuah acara musik menjadi momen mengenang masa-masa mereka saat masih konsisten bermusik grunge. Pertemuan sekligus pembahasan tersebut berlanjut, hingga pada rencana untuk terus mengadakan acara ini rutin sebulan sekali, serta adanya album kompilasi musisi grunge Tangsel menjadi resolusi Rico dan kawan-kawan.
Mereka sepakat bersatu dalam dalam komunitas Pamulang Distorsick dan mengadakan acara perdana bernama Bersinergi bertajuk Distorsick "We Know Whoi We Are". Usaha swadaya dengan mengumpulkan sekitar 12 band yang terdiri dari 11 band bergenre grunge dan satu band lagi bergenre melodic. Akhirnya 'silaturahmi ala grunge' mereka tercapai.
Insulin dan Kacamata Bolong yang sudah malang melintang lama di dunia grunge khususnya di wilayah Tangsel mengharapkan genre grunge punya tempat tersendiri di hati penikmat musik khususnya di Tangsel, sekaligus mewadahi pada musisinya tentunya.
Di akhir cerita, terselip doa dan harapan bagi Pamulang Distorsick atas dukungan dari berbagai elemen masyarakat untuk mengapresiasi setiap musisi dan musik yang diusungnya, entah apapun genrenya. Terlebih dukungan moral dan materil dari pemerintah setempat dalam mengayomi secara bakat-bakat musik yang ada di kota, termasuk para musisi grunge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar