Badak di Indonesia, mulai dari Badak Jawa dan Sumatra populasinya terancam akibat perburuan dan habitatnya yang semakin terbatas. (Sumber gambar: fotohewan.info) |
Dari lima spesies badak di dunia, dua diantara berada di
Indonesia yaitu Badak Jawa bercula satu (Rhinocros
sondaicus) dan Badak Sumatra bercula dua (Dicerhorinus sumatrensis). Ironisnya, dua jenis badak tersebut
masuk ke dalam daftar merah spesies yang terancam punah menurut IUNC.
Sampai saat ini, jumlah Badak Jawa berkisar 50 – 60 ekor
saja, dengan daerah sebaran sekaligus wilayah konservasi di Taman Nasional
Ujung Kulon (TNUK). Sedangkan, Badak Sumatra dengan jumlah berkisar 100 ekor
dengan daerah sebaran dan wilayah konservasi di Taman Nasional Gunung Leuser,
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Way Kambas dan Kalimantan
Timur.
Terancamnya populasi badak merupakan akumulasi dari
perburuan cula, kuku kaki dan organ tubuh badak yang dijadikan komoditas.
Terlebih lagi, kisaran harga untuk cula badak Asia termasuk di Indonesia
tergolong tinggi berkisar 30.000 USD, tiga kali lebih mahal daripada badak
Afrika.
Hal ini semakin diperparah karena tempat hidup badak
mencakupi banyak daerah kemiskinan sehingga sulit untuk penduduk tidak membunuh
binatang karena harganya yang tinggi. Seiring dengan status konservasinya yang
semakin mengkhawatirkan, perlindungan dan penjagaan terhadap badak pun lebih
diperketat.
Faktor penting mengenai “rumah baru” bagi konservasi
badak menjadi konsentrasi terkini setelah perburuan berhasil ditanggulangi.
Direktur konservasi WWF Indonesia Dr. Arnold Sitompul, melihat habitat baru
badak sebagai langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan
populasi badak di dunia. Beberapa wilayah beradanya Badak Sumatra seperti Pulau
Sumatra dan Kalimantan rawan kebakaran lahan, ekspansi lahan perkebunan dan penebangan
ilegal.
Lain lagi Badak Jawa, populasinya lebih sedikit dan peka
terhadap penyakit, rentan keragaman genetik, invasi langkap, seperti sejenis
tanaman palem yaitu Arenga obtusifolia
yang menghalangi sinar matahari untuk menembus bagian bawah hutan. Akibatnya,
sumber pangan alami badak tidak tumbuh. Belum lagi kompetisinya dengan banteng
dalam memperebutkan ruang dan sumber yang jarang, serta ancaman bencana letusan
Gunung Krakatau dan tsunami mengancam TNUK.
Habitat alami badak yang sebenarnya lebih menyukai
dataran rendah, padang rumput basah, daerah daratan banjir besar, rumput tinggi
dan tempat tidur alang-alang yang banyak dengan sungai. Badak juga menyukai
wilayah yang memiliki kandungan mineral tinggi untuk pemenuhan kebutuhan
tubuhnya.
Namun, akibat gangguan dan perburuan oleh manusia
menyebabkan badak mengalami perubahan sifat menjadi anti sosial dan dapat
beradaptasi tinggal di dataran tinggi hingga di atas 2000 meter. Beberapa
kawasan yang sudah diteliti dan diharapkan memenuhi kriteria menjadi solusi habitat
kedua yaitu Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Hutan Baduy, dan Cagar Alam
Sancang dan Cikepuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar