Sudah sebulan lebih lahan dan hutan di berbagai wilayah di Indonesia khususnya Pulau Sumatra dan Kalimantan yang terkonsentrasi menjadi dampak masiv bagi pembakaran lahan. Apa saja yang dikorbankan sampai ini menjadi perhatian. Ternyata ini sudah persoalan tahunan dan ironisnya jadi langganan.
Dampak Meluas
Rasanya sudah intensif kita memperoleh berita sekaligus perkembangannya di media, sekedar mengingatkan, ini persoalan tahunan yang sudah ada sejak tahun 1960, jadi jangan heran, tapi tak bisa dibiarkan. Aceh, Sumatra Selatan, Bengkulu, Sumatra Utara, Sumatra Barat hingga Lampung memiliki titip api.
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah resiko yang harus ditanggung, belum lagi jadwal dari berbagai maskapai penerbangan yang ditunda bahkan batal, belum lagi kerugian ekonomi dari berbagai lintas sektoral, kegiatan belajar mengajar yang dilburkan, semua jadi 'korban'. Pelayanan kesehatan diberikan kebijakan untuk membuka pelayanan 24 jam hingga pengobatan gratis. Bukan tanpa alasan, calon pasien tidak sedikit, indikator udara yang terpajang jadi acuan, kisaran angka 300 sudah masuk kategori darurat asap.
Sanksi Preventif dan Efektif
Kebakaranini bukan tanpa alasan, sebagain besar memang disinyalir karena aksi pembakaran lahan dan hutan oleh korporasi dan perusahaan. Kurang lebih 107 perusahaan yang terindikasi menginisiasi pembakaran lahan atas alasan kepentingan penghematan anggaran untuk pembukaan lahan yang akan ditanam kelapa sawit atau komoditas lainnya.
Pembukaan lahan untuk kepentingan penanaman dengan membakar lahan dan hutan dikenai biaya 700 ribu hingga 800 ribu, sedangkan untuk pembukaan lahan dengan metode yang legal memakan biaya 3- 4 juta. Lalu haruskah kepentingan masyarakat luas dikorbankan atas nama penghematan yang berujung kerugian besar-besaran?
Sejauh ini, langkah progresif lebih kepada penggulangan kebakaran, penindakan penyebab kebakaran, hingga langkah-langkah preventif diambil. Prioritas pemadaman menjadi langkah terdepan mengingat titik api yang sulit dipadamkan, belum lagi titip api yang bertebaran dan berdampak besar bagi sekitar, termasuk negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Kementrian Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya dan aparat penegak hukum seperti Polri menerapkan sanksi berupa pidana, perdata hingga administratif. Mengingat permasalahan ini memerlukan aksi responsif dan penindakan yang cepat, menurut Siti Nurbaya pada wawancara di salah satu media, akan menerapkan sanksi administratif terlebih dahulu.
Sanksi tersebut berupa pembekuan izin perusahaan, sanksi tertulis dan permintaan maaf kepada publik, hingga penghentiaan kegiatan usaha permanen dan pencabutan izin usaha hingga pertanggungjawaban atas rehabilitasi lahan yang telah dirusak. Target yang ditempuh atas prioritas penyelesaian pemadaman asap pun dipercepat yaitu sekitar sebulan dari sekarang.
Semoga ini tidak jadi bencana tahunan yang "seharusnya" sudah bisa direncanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar